Laman

Selasa, 05 Maret 2013

Living in Math: PERMUTASI AND KOMBINASI

Living in Math: PERMUTASI AND KOMBINASI: 1. Tentukan banyaknya cara untuk menyusun 2 huruf dari huruf-huruf pada kata "ASAL"
2. Tentukan banyaknya susunan berbeda yang d...

Romantic

Jumat, 08 Juni 2012

Goodbye, My Love



          Ferdy merasa seseorang mengawasi gerak-geriknya. Dia memperhatikan sekelilingnya dan menangkap sepasang matanya yang melihat ke arahnya. Gadis berambut panjang itu langsung mengalihkan perhatiannya karena tertangkap basah sedang mengawasi Ferdy. Ferdy tersenyum dengan tingkah laku gadis itu. “Ferdy, apa kau sudah gila? Kenapa ekspresimu seperti itu?” Tegur sahabatnya, Joshua. “Sst, apa kau lihat gadis yang ada di belakangku itu? Sejak dua minggu ini, dia selalu mengawasi kita.” Bisik Ferdy. Joshua memiringkan wajahnya dan menatap gadis berambut panjang itu, yang lagi-lagi memperhatikannya namun buru-buru mengalihkan perhatian.
            “Kenapa? Kau merasa terganggu? Tapi yang terlukis di wajahmu malah sebaliknya.” Selidik Joshua. Ferdy tersenyum malu. “Kalau begitu tunggu apa lagi? Temui dia!” Suruh Joshua. Ferdy menggeleng. “Ah, tidak-tidak! Lupakan saja!” Tolak Ferdy. “Hey, kau kan sangat populer di kalangan gadis-gadis. Kenapa sekarang kau jadi pengecut seperti ini?” Ejek Joshua. “Siapa yang pengecut? Hey, kau dendam padaku atau apa?” Joshua angkat bahu sambil tersenyum. “Ah, baiklah-baiklah. Aku akan ke sana.” Ferdy bangkit berdiri. Dia mulai berjalan ke meja gadis yang sedari tadi memperhatikannya lalu duduk di sampingnya. Gadis itu tampak menunduk malu.
            “Namaku Ferdy. Kau?” Tanya Ferdy. “Grace.” Jawab gadis itu dengan pelan. “Apa?” “Grace.” Kali ini sedikit lebih keras. “Oke, Grace. Apa kau menyukaiku?” Tanya Ferdy langsung. Grace terkejut dan langsung menatap Ferdy dengan pandangan tak percaya. “Tidak! Siapa yang berkata seperti itu?” Sangkal Grace cepat, bahkan terlalu cepat. “Lalu kenapa kau memperhatikanku terus?” “Bukan kau yang kuperhatikan.” Sangkal Grace dengan tidak sabar. “Lalu siapa?” Ferdy bingung namun tiba-tiba ia tersadar. “Jangan-jangan yang kau sukai itu Joshua?” “Jadi namanya Joshua?”  Grace tersipu malu. “Ahh.. Benar. Jadi Joshua ya?” Ferdy merasa malu namun dia menutupinya dengan tertawa.
            “Baiklah, aku akan membantumu. Aku akan membantumu mendekati Joshua.” Grace langsung berseri. “Benarkah? Tapi, kenapa?” Grace senang namun sedikit bingung. Ferdy tersenyum cool. “Karena aku ingin.” Jawabnya asal. Grace memiringkan kepalanya bingung. “Ada apa denganmu? Aku kan bilang akan membantumu. Seharusnya kau senang, apa-apaan reaksimu itu?” Tegur Ferdy tak percaya. “Ah, aku hanya sedikit bingung saja. Kau ini bercanda atau apa? Tiba-tiba datang dan ingin membantuku. Kau bahkan tidak mengenalku.” Grace tidak percaya dengan Ferdy. “Kau tahu kan, aku ini bersahabat akrab dengan Joshua? Kami bahkan tinggal bersama.” “Jadi?” “Jadi, besar kemungkinanmu untuk bisa mendekati Joshua dengan bantuanku.” Ferdy menjelaskan. “Benar juga sih. Tapi, apakah kau serius ingin membantuku? Kalau tujuanmu dari awal hanya ingin main-main, lebih baik lupakan saja, karena aku sangat serius.” Tegas Grace. Ferdy tersenyum dan mengangguk. “Aku tahu, semuanya sudah terbaca jelas di matamu.” Ucap Ferdy. Grace langsung menunduk malu.
            Ternyata yang dimaksud Ferdy dengan kata ‘membantu’ bukan hal yang sama dengan apa yang Grace pikirkan. Grace pikir Ferdy akan ‘membantu’nya untuk bertemu langsung dengan Joshua dan memperkenalkannya. Namun ternyata, Ferdy hanya ‘membantu’ Grace untuk menunjukkan bakatnya agar Joshua tertarik padanya dan berinisiatif untuk mendekati Grace dengan sendirinya.
            “Jadi, apa kemampuanmu yang ingin kau tunjukkan pada Joshua?” Tanya Ferdy. “Aku bisa bernyanyi dan bermain piano.” Jawab Grace dengan gugup. “Baiklah, cobalah bernyanyi dan bermain piano! Aku akan merekammu dengan handicamku ini, lalu aku akan menunjukkannya pada Joshua.” Jelas Ferdy. “A..Apa? Menunjukkannya langsung?” Grace bertambah gugup. “Tenang saja, jika sekarang kau belum siap, aku akan menunggumu sampai kau siap.” Ucap Ferdy menenangkan. “Beri aku waktu satu minggu-ah tidak- beri aku waktu tiga hari untuk berlatih! Aku akan berusaha sekuat tenaga.” Janji Grace. Ferdy tersenyum melihat semangat Grace yang berapi-api. “Baik, tiga hari lagi, di studio sekolah. Aku menunggumu setelah pulang dari sekolah.” Grace mengangguk setuju.

Grace membuka pintu studio sekolah. Sudah lewat tiga hari dia berlatih dengan keras. Dia tidak mau terlihat jelek di depan orang yang ia sukai. “Oh, kau sudah datang.” Sapa Ferdy yang sudah menunggu Grace. “Kau sudah siap?” Tanya Ferdy. Grace mengangguk mantap. “Baiklah, ayo kita mulai!” Ferdy mulai menyiapkan handicamnya untuk merekam penampilan Grace. Sedangkan Grace duduk di bangku piano.
Grace mulai menekan tuts piano. Sambil tersenyum malu, ia mulai bernyanyi. Ferdy yang sedang memegang handicam langsung terpaku mendengar suara itu. Hatinya bergetar, dia seperti terbang ke atas langit dan disambut oleh malaikat yang bernyanyi. “Ferdy!” Panggil Grace. Ferdy tersentak. “Ya? Angel, apa?” Tanya Ferdy reflek. “Angel? Apa yang kau bicarakan? Aku sudah selesai. Cepat akhiri rekamannya!” Suruh Grace dengan kesal. Ferdy langsung tersadar dan berhenti merekam video.
“Ah, kau memperjelek penampilanku.” Gerutu Grace. “Te..Tenang saja, bagian akhirnya bisa diedit kok.” Grace menghela nafas lega mendengar penjelasan Ferdy. “Tapi, apakah penampilanku sudah bagus? Apa tidak perlu diulang lagi?” Tanya Grace dengan takut. Ferdy melihat kembali rekaman ulang video yang baru saja ia rekam. Ferdy menggeleng-gelengkan kepalanya. “Ada apa?” Grace penasaran, dia berusaha merebut handicam dari tangan Ferdy. Ferdy segera menghindar dan mempertahankan handicamnya. “Ckckck.. Jelek sekali.” Ejek Ferdy.
“Cobaku lihat!” Grace berusaha merebuut lagi, namun Ferdy lagi-lagi menghindar. “Hey, kenapa kau menghindar?” Protes Grace kesal. “Kau tidak boleh melihatnya!” “Kenapa? Kenapa begitu? Cepat tunjukan padaku! Kalau memang jelek, kita bisa mengulangnya lagi.” Desak Grace. Ferdy menggeleng. “Kau tidak perlu mengulanginya lagi. Penampilan pertama biasanya menunjukkan kemampuanmu yang sesungguhnya.” Tegas Ferdy. “Tapi, bagaimana kalau Joshua tidak menyukainya?” “Itu berarti kau gagal.” Jawab Ferdy singkat. “Hey, itu tidak boleh terjadi! Berikan padaku!” Desak Grace lagi.

Grace menunggu Ferdy di depan gerbang sekolah dengan gugup. Dia penasaran bagaimana reaksi Joshua setelah melihat rekaman videonya. “Ferdy!” Panggil Grace saat ia melihat Ferdy berjalan keluar gerbang. “Oh, hai Grace.” Sapa Ferdy sambil tersenyum. “Bagaimana? Bagaimana reaksi Joshua saat melihatnya?” Tuntut Grace langsung. Ferdy tersenyum. “Selamat! Kau berhasil membuat Joshua terpesona melihat penampilanmu.” Puji Ferdy. Grace ternganga. Dia pikir penampilannya sangat jelek waktu itu. “Benarkah? Bagaimana reaksinya? Apa yang ia katakan?” Grace penasaran. “Dia bilang, kau sangat cantik. Suara dan permainan pianomu sempurna. Katanya, kau terlihat seperti malaikat. Dia bahkan tak henti-hentinya menonton videomu.” Jawab Ferdy. Grace tersipu malu.
“Tidak berhenti menonton videoku?” Ferdy mengangguk meyakinkan. “Walaupun sedikit menyeramkan tapi syukurlah. Dengan begini aku bisa segera bertemu dengannya.” Grace melonjak senang. “Bertemu?” Ferdy menggeleng. “Tidak-tidak. Belum saatnya kau bertemu dengannya.” “Belum?” “Kau masih harus berjuang sedikit lagi.” Jelas Ferdy. “Sedikit.. lagi?” Ferdy mengangguk. “Kenapa begitu?” Protes Grace. “Joshua ingin melihat perjuanganmu terlebih dahulu sebelum menjadikanmu sebagai pacarnya.” Penjelasan Ferdy ini membuat Grace cemberut. “Kau sangat aneh. Dulu kau bilang penampilanku sangat  jelek, tapi ternyata Joshua memuji penampilanku. Lalu kenapa sekarang-” “Itu karena bagiku kau sangat jelek, tapi mungkin bagi Joshua berbeda.” Grace memukul lengan Ferdy dengan kesal.
            “Ini, Joshua memberimu ini.” Ferdy menyerahkan sebuah gelang berwarna biru muda bersembur putih. Grace tersenyum dan memakainya. “Aku akan memakainya setiap hari.” Ungkap Grace dengan senang. “Menjijikan.” Ejek Ferdy. Senyum di bibir Grace lenyap. “Apa kau bilang?” “Menjijikan kalau kau memakainya setiap hari. Pasti bau tidak sedapnya tercium.” Gurau Ferdy. Grace langsung memukuli lengan Ferdy lagi. Dia sangat kesal karena Ferdy selalu mengejeknya dan tidak pernah sekalipun memuji penampilannya.

“Jadi dia sangat menyukai biola?” Tanya Grace antusias. Ferdy mengangguk. “Begitu dia melihat seseorang bermain biola, dia langsung terpukau dengan orang itu dan tidak berhenti-berhentinya memuji penampilannya.” Cerita Ferdy. “Jadi itu berarti, aku harus bermain biola?” Tanya Grace, dia terlihat tidak bersemangat. “Benar. Tugasmu selanjutnya adalah bermain biola.” Jawab Ferdy. Grace merasa keberatan dengan tugas ini. “Apa aku tidak boleh hanya bernyanyi atau bermain piano saja?” Grace mencoba bernegosiasi. “Bernyanyi dan bermain piano lagi? Ckckck.. Joshua pasti akan bosan denganmu.” Ejek Ferdy. Grace cemberut. “Lalu bagaimana denganmu? Kau pasti juga sudah bosan membantuku kan?” Grace tersinggung.
“Hey, apa hubungannya?” “Karena kau bosan membantuku, kau membuatku tidak sanggup lagi menghadapi Joshua. Karena itu kau memberi tugas yang sulit bagiku.” Tuduh Grace. “Tidak! Kenapa aku harus bosan denganmu? Aku memberimu tugas ini agar Joshua lebih terpesona lagi denganmu.”
 “Biola, tidak bisakah diganti alat musik yang lain?”
“Ada apa dengan dirimu? Kenapa kau terlihat sangat membenci biola?”
“Aku hanya tidak bisa memainkan biola dengan baik.”
“Bohong! Jelas-jelas dulu kudengar bahwa kau pernah juara lomba biola.”
“Tapi itu kan sudah tiga tahun yang lalu. Sudah lama aku tidak bermain biola lagi.”
“Kalau begitu, coba bermain lagi! Mungkin saja kau tetap sehebat dulu.”
Grace berpikir. Mungkin Ferdy benar. Mungkin saja dia masih bisa bermain biola lagi. “Baiklah. Aku akan memncobanya sebisa mungkin.” Ucap Grace akhirnya. Ferdy tersenyum senang. “Nah, berlatihlah dengan baik! Jangan sampai kau membuatku tertawa lagi!” Goda Ferdy. Grace cemberut. “Tenang saja, aku akan membuatmu terpesona dengan bakatku. Dan saat itu terjadi, akulah yang akan menertawaimu.” Balas Grace dengan kesal.

Grace berjalan dengan gugup ke depan gerbang sekolah. Di sana Ferdy sudah menunggunya. “Ba..Bagaimana? Apakah dia suka dengan permainan biolaku?” Tanya Grace dengan takut. Ferdy tersenyum. “Kau berhasil. Dia sangat menyukainya. Dia tidak henti-hentinya memujimu. Kurasa dia sudah jatuh cinta padamu.” Jawab Ferdy. “Benarkah begitu?” Tanya Grace. Entah mengapa, hatinya tidak merasa senang ataupun terkejut. Semuanya sudah menjadi hambar baginya. “Ya, dia bilang kau sangat cantik seperti-” “Seperti malaikat.” Sambung Grace. Grace sudah tahu bagaimana reaksi Joshua kali ini. Pasti sama dengan yang sebelum-sebelumnya. Lama-lama Grace menjadi kesal.
“Dia sudah mengatakan hal itu dulu. Kenapa komentarnya tidak berubah? Kau bilang dia sangat menyukaiku, tapi di mana dia sekarang? Dia tidak pernah langsung menemuiku, bahkan ketika kami tidak sengaja bertemu, dia tidak pernah menyapaku. Apa kau berbohong padaku?” Tuduh Grace dengan kesal. “I..Itu.. belum saatnya..” “Lalu kapan? Kapan saatnya?” Todong Grace. “Besok.” “Apa?” “Besok dia akan menyatakan cintanya padamu. Aish, seharusnya ini kejutan. Kau memojokkanku terus sih.” Gerutu Ferdy. Grace terdiam. Dia merasa menyesal karena tidak mempercayai Ferdy. Padahal Ferdy benar-benar membantunya.
 “Apa? Kau menyesal?” Ferdy menyadari perubahan ekspresi Grace. Grace langsung menggeleng cepat. “Tidak! Aku bahkan bersyukur bisa tahu lebih awal. Jadi aku bisa bersiap-siap.” Bantah Grace langsung.
Dan benarlah, keesokkan harinya, Joshua benar-benar menyatakan cinta pada Grace. Grace senang sekali karena sekarang cintanya bisa terbalaskan. Sedangkan Ferdy, lagi-lagi ia disuruh mengabadikan momen indah itu dengan handicamnya.
Beberapa hari kemudian, Grace dan Joshua merencanakan kencan bersama. “Kau mau kan ikut dengan kami? Aku butuh seseorang untuk merekam perjalanan kami.” Ajak Grace pada Ferdy. “Kenapa harus aku?” Protes Ferdy. “Kau kan sahabat kami.” Jawab Joshua sambil tersenyum simpul. “Ah, baiklah. Tapi kau harus mentraktirku makan setelah ini.” Jawab Ferdy akhirnya. Grace, Ferdy dan Joshua pergi ke pantai naik bus umum. Kebetulan saat itu bus sangat sepi. Grace dan Joshua asyik bercanda sambil sesekali melihat pemandangan indah lewat kaca jendela bus yang ia naiki.
Joshua mengeluarkan beberapa kartu tarot. “Pilihlah sebuah kartu!” Suruhnya. “Emhh..” Grace tampak berpikir terlebih dahulu baru kemudian mengambil sebuah kartu. Joshua tersenyum dan menempelkan kartu tersebut di kaca. Kartu itu bergambarkan seorang wanita. “Pegang ini!” Joshua menyuruh Grace untuk memegang kartu tarotnya. Sekarang giliran Joshua yang memilih.
            Joshua memejamkan matanya sebelum mengambil kartu. Dia tersenyum saat melihat kartu yang ia pilih. Grace tampak bingung dan penasaran dengan apa yang akan Joshua lakukan. “Nah..” Joshua menempelkan kartunya di kaca bus, tepat bersebelahan dengan kartu pilihan Grace. Ternyata kartu yang Joshua pilih bergambar seorang pria, dan jika disatukan akan menjadi sepasang kekasih. Grace tersenyum melihat sikap Joshua, dia menyandarkan kepalanya di bahu Joshua. Grace tidak percaya akhirnya Joshua akan berada di sampingnya. Saat ini dia sangat bahagia.
            Grace, Joshua, dan Ferdy sampai di pantai. Grace bersama Joshua tampak asyik bermain di tepi pantai. “Ferdy, ayo cepat!” Ajak Grace sambil tersenyum. Dia sedikit kasihan pada Ferdy yang dari tadi mereka abaikan. Grace berusaha memperhatikan Ferdy, namun hanya sesaat. Saat Joshua memanggilnya dan mengajaknya bermain bersama, Grace lupa dengan keberadaan Ferdy. “Di mana kartu tarotku ya?” Joshua mencari kartu-kartu tarotnya namun ia tidak menemukannya. “Kau mencari ini?” Tanya Grace sambil menunjukan beberapa kartu tarot. Grace tersenyum usil. Dia melemparkan kartu-kartu tarot itu ke atas dan menyisahkan satu kartu. Kartu bergambar wanita. Joshua dan Ferdy tersenyum melihat kelakuan Grace yang konyol itu.
            “Ayo temukan kartumu!” Suruh Grace sambil tertawa. Akhirnya Joshua memilih kartu yang sudah berserakan di tepi pantai itu satu-persatu. “Hey, apa kau lihat kartu pasangan ini?” Tanya Joshua pada Ferdy. Ferdy menggeleng sambil merekam, namun tiba-tiba dia melihat sebuah kartu bergambar pria tepat di depan kakinya. Ferdy hendak mengambilnya namun ia tidak jadi melakukannya. “Ah, sudahlah, lupakan saja! Mungkin sudah terbawa ombak.” Joshua menyerah. Mereka akhirnya berjalan keluar dari pantai.
            Ternyata mereka tidak langsung pulang. Joshua mengajak Grace ke sebuah taman yang penuh bunga. Grace tampak sangat menikmati pemandangan indah itu. Dia memejamkan mata dan merentangkan kedua tangannya, merasakan sejuknya udara saat itu. Joshua menangkap tangan Grace dan menggandengnya. Ferdy melihat kejadian itu, wajahnya tampak sedih. “Benar, sekarang dia adalah miliknya.” Ferdy sadar akan hal itu namun hatinya terasa sakit ketika melihat mereka bahagia bersama.
“Hey Joshua, aku tinggal sebentar ya? Kalian nikmati saja waktu berdua kalian.” Pamit Ferdy. “Ya, baiklah. Selamat tinggal.” Joshua melambaikan tangannya. Ferdy  memutuskan untuk berhenti merekam dan pergi sejenak, ia berjalan keluar dari taman. “Sekarang, hanya ada aku dan handicamku.” Ferdy tersenyum lirih sambil menatap handicam di tangannya. Ferdy mengarahkan handicam ke wajahnya. Ia mulai berbicara pada handicamnya itu.
Saat sedang asyik dengan handicamnya, tiba-tiba Ferdy mendengar suara Joshua yang memanggilnya. Dia langsung mengarahkan handicamnya ke tempat Joshua dan Grace berada. Joshua dan Grace tampak melambaikan tangan dari kejauhan, namun Ferdy merasakan hal yang aneh pada tingkah-laku mereka. Joshua dan Grace tampak menunjuk sesuatu, dan sebelum Ferdy dapat mencerna semua itu, truk sudah menabrak tubuhnya.

Joshua dan Grace menangis saat menyebarkan abu Ferdy di Laut. Mereka sama sekali tidak menyangkah Ferdy akan meninggalkan mereka secepat itu. Apalagi saat itu mereka semua mengabaikan keberadaan Ferdy. Keduanya sama-sama menyesal telah mengajak Ferdy ke acara kencannya. Mereka bahkan tidak bisa menyelamatkan Ferdy saat truk itu menghantam tubuh Ferdy dan mengakibatkan Ferdy tewas seketika itu juga.
Joshua akhirnya mengajak Grace ke tempat Ferdy dan Joshua tinggal. Joshua menyerahkan sebuah kotak milik Ferdy. “Ferdy ingin kau melihat ini.” Ucap Joshua. Grace terdiam sambil menatap kotak itu. “Setelah melihat semua ini, kuharap kau akan baik-baik saja.” Joshua pergi meninggalkan Grace sendirian. Grace mulai membuka kotak itu. Isinya adalah handicam yang sudah rusak karena kecelakaan waktu itu. Grace menemukan memori handicam itu dan mencoba melihatnya.
Grace melihat wajahnya muncul di layar. Dia tersenyum. Saat-saat kencan pertamanya di rekam sempurna oleh Ferdy, namun Grace merasa sedikit aneh. Hanya wajahnya yang di muncul  dalam rekaman tersebut, sedangkan bagian Joshua hanya sekilas. Bagian video itu berganti. Muncul Ferdy yang berada di depan layar komputer, sedangkan Joshua ada di sebelahnya. “Bagaimana menurutmu?” Tanya Ferdy pada Joshua. Ternyata saat itu Ferdy merekam reaksi Joshua setelah melihat video hasil penampilan Grace. “Emh.. bagus.” Puji Joshua. “Bagus? Hanya itu saja? Bukankah dia terlihat sangat cantik? Suaranya indah seperti malaikat.” Komentar Ferdy. Dia memperhatikan komputer dengan sesakma. “Ah, benar juga.” Sadar Joshua.
Bagian video itu berganti. Wajah Grace yang sedang bercanda di tepi pantai bersama Joshua, muncul. Lalu muncul sebuah kartu tarot yang bergambar seorang pria. Wajah Grace yang tersenyum muncul lagi di layar. Bagian video lagi-lagi berganti. Kali ini, wajah Ferdy yang muncul di layar. Terlihat oleh Grace, rekaman yang Ferdy rekam sendiri sebelum kematiannya. “Aku tidak tahu kenapa aku lakukan semua ini, padahal aku tahu bagaimana sakitnya hatiku saat melihatmu- orang yang kusukai- bahagia dengan pria lain.” Ungkap Ferdy. Ferdy menoleh, sekarang yang tampak di layar adalah wajah Joshua dan Grace yang mencoba memperingatkan Ferdy, bahwa ada truk yang melaju di depannya.
“Tinn..” handicam Ferdy menangkap sebuah bayangan truk putih dan.. “Brukk..” Layar buram sejenak. Handicam Ferdy menangkap Joshua yang bergegas lari ke arahnya. Kemudian Ferdy menggeser handicamnya agar merekam wajahnya yang terbaring di tanah. Ferdy tersenyum saat itu. “Aku mencintaimu.” Ungkap Ferdy. Seketika itu juga, layar menjadi buram.
Grace terpukul melihat rekaman ulang video itu. Dia terkejut mengetahui betapa Ferdy mencintai dan banyak berkorban untuk kebahagiaannya. Mata Grace berkaca-kaca. Dia hanya terdiam menatap layar yang telah buram itu. Perlahan-lahan ia memaksakan diri untuk tersenyum walau hatinya terasa sakit.
Sedangkan di balik pintu, tampak Joshua yang sedang mengintip keadaan Grace. Joshua juga sudah menonton rekaman video itu. Hatinya juga merasakan sakit. Dia tidak tega dengan sahabatnya yang sangat mencintai Grace, namun disisi lain dia juga tidak bisa melepaskan Grace yang mulai ia cintai. Joshua memaksakan diri untuk tersenyum. “Kau sangat bodoh. Jika kau mencintainya, kenapa kau tidak berkata padaku dan malah mendorongku sehingga membuatku  terlanjur mencintainya? Kau menjadikanku sebagai orang yang jahat.” Ungkap Joshua dengan lirih.

                                                                                          THE END…
Story By: Yoanita Samantha 
Terinspirasi dari: Janette Roseline dan...

8eight - Goodbye, My Love